Bandung – Kamis (27/06/24) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jawa Barat mengikuti kegiatan Pembinaan Pelaksanaan Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah. Kegiatan ini, yang juga merupakan Sosialisasi Standar Operasional Prosedur Harmonisasi Rancangan Peraturan Perundang-Undangan Nasional, oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam kegiatan ini turut hadir Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Harun Surya, Kepala Bidang Hukum, Lina Kurniasari, Kepala Subbagian Kepegawaian, Tata Usaha dan Rumah Tangga, Agung Adi Putro, Kepala Subbidang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Suhartini, JFT Perancang Peraturan Perundang-undangan, serta Staf Teknologi Informasi pada Subbagian Hubungan Masyarakat, Reformasi Birokrasi, dan Teknologi Informasi.
Acara dimulai dengan pembukaan oleh Kepala Bidang Hukum, Lina Kurniasari, yang dilanjutkan dengan laporan dan sambutan dari Plh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Harun Surya.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Andriana Krisnawati, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya yang mewakili Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan. Dalam pemaparannya, Andriana menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan telah menetapkan Standar Operasional Prosedur Nomor PPE.1259.PP.02 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Rancangan Peraturan Perundang-Undangan Nasional. Dengan ini ada beberapa ketentuan baru yang harus diikuti oleh Kantor Wilayah dan Pemerintah Daerah. Salah satu ketentuan penting adalah permohonan harmonisasi yang harus ditandatangani oleh Kepala Daerah jika Raperda atau Raperkada berasal dari Pemerintah Daerah, dan oleh Ketua DPRD jika berasal dari DPRD.
Selain itu, Andriana menguraikan tantangan dalam mekanisme paraf pada naskah rancangan peraturan perundang-undangan yang sering kali sulit dilakukan karena banyak rapat harmonisasi dilakukan secara daring. Pelaksanaan rapat harmonisasi yang harus dimulai paling lambat tujuh hari kalender sejak surat perintah ditandatangani oleh Kakanwil juga dinilai memberatkan tugas perancang karena tingginya jumlah permohonan harmonisasi yang masuk secara bersamaan. Ia juga menyoroti kendala dalam komposisi keanggotaan Tim Kerja Harmonisasi (TKH) di Kantor Wilayah, terutama terkait dengan ketiadaan jabatan pelaksana yang bertugas sebagai petugas administrasi.
Selain pembahasan tersebut, Andriana juga menegaskan tentang keberlakuan Permenkumham mengenai pengharmonisasian yang berkaitan dengan zonasi dan kelompok kerja (pokja), serta Kepmenkumham terkait pedoman pengharmonisasian dan SOP pengharmonisasian terbaru. Diskusi mengenai hal ini sangat penting untuk memastikan implementasi yang efektif di lapangan.
Diakhir kegiatan di isi dengan sesi diskusi yang melibatkan seluruh peserta, memberikan kesempatan untuk bertukar pandangan dan menyelesaikan berbagai pertanyaan yang muncul selama sesi pemaparan.
(Red/doc: Iqbal)