Bandung – (Jumat, 27/09/2024) Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat turut mendukung pelaksanaan kegiatan Masa Perkenalan Calon Anggota (MAPERCA I) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk periode 2024-2025. Kegiatan ini digelar pada 27-29 September 2024, dengan tema “Membentuk Karakter Mahasiswa Hukum Dalam Ruang Lingkup Kepermahian Yang Berjiwa Kritis, Progresif, dan Berintegritas.” Acara tersebut bertujuan untuk memberikan pengenalan sekaligus membangun pemahaman mendalam kepada calon anggota PERMAHI terkait isu-isu hukum, terutama dalam konteks agraria.
Hari pertama kegiatan diwarnai dengan Simposium Hukum yang membahas konflik agraria di Indonesia. Diskusi difokuskan pada kejahatan kemanusiaan yang muncul akibat konflik tanah, serta berbagai langkah hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Para pemateri mengungkapkan bahwa konflik agraria seringkali melibatkan pelanggaran hak asasi manusia, terutama bagi kelompok rentan seperti masyarakat adat.
Pemateri dari Kemenkumham Jabar, Budiman Muhammad, menyoroti pentingnya pemahaman akan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam konteks konflik agraria, hak masyarakat adat dan kelompok rentan harus dilindungi. Ia menegaskan bahwa tindakan penggusuran tanpa persetujuan yang jelas dan tanpa ganti rugi memadai bisa dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, sesuai dengan ketentuan undang-undang tersebut.
Selain itu, pembahasan juga menyentuh Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Para pemateri menjelaskan bahwa proyek strategis seringkali memicu konflik agraria karena masyarakat merasa dirugikan, baik dari segi kompensasi tanah maupun dampak sosialnya. Penanganan proyek ini, menurut mereka, harus berlandaskan keadilan agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak dasar warga negara.
Sebagai upaya penyelesaian konflik, peserta simposium juga diperkenalkan pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 17 Tahun 2017, yang mengatur tata cara penyelesaian konflik agraria. Pemerintah diharapkan mampu menyelesaikan konflik tanah melalui mekanisme yang adil dan transparan, serta menjaga kepastian hukum bagi semua pihak yang terdampak.