Kemenkumham Jabar Sosialisasikan RKUHP Serentak Kepada Masyarakat

Kemenkumham Jabar Sosialisasikan RKUHP Serentak Kepada Masyarakat

Sosialisasi RKUHP 13

Sosialisasi RKUHP 2Sosialisasi RKUHP 3Sosialisasi RKUHP 4Sosialisasi RKUHP 5Sosialisasi RKUHP 6Sosialisasi RKUHP 7Sosialisasi RKUHP 8Sosialisasi RKUHP 9Sosialisasi RKUHP 10Sosialisasi RKUHP 11Sosialisasi RKUHP 12

BANDUNG - Kemenkumham Jabar hari ini (Selasa, 27/09/2022) secara serentak bersama seluruh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di 33 Provinsi di Indonesia menindaklanjuti arahan Presiden R.I Joko Widodo pada Rapat Terbatas Kabinet pada tanggal 2 Agustus 2022 untuk diadakan agenda dialog publik membahas isu-isu krusial dalam RUU KUHP bersama masyarakat dengan tujuan 1. Melakukan identifikasi terhadap tanggapan publik atas isu-isu krusial yang memerlukan langkah lanjut bersama pemerintah dan mitra strategis dalam rangka pembentukan RUU KUHP; 2. Memastikan proses pembentukan RUU KUHP  sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan; 3. Merumuskan langkah terobosan yang dapat dilakukan dalam mempercepat pembentukan RUU KUHP yang turut secara efektif menangkap aspirasi publik. 

Dialog Rancangan RKUHP di Kantor Wilayah Kemenkumham Jabar dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Wilayah yang diwakilkan kepada Kepala Bidang Hukum Lina Kurniasari. Dalam sambutannya disampaikan upaya rekodefikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional sebenarnya sudah digagas sejak tahun 1963 tepatnya disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional I di Semarang, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penataan ulang bangunan sistem hukum pidana nasional, RKUHP adalah sebuah simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sehingga dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan melibatkan partisipasi aktif, pembentukan peraturan perundang-undangan perlu adanya partisipasi publik yang dilakukan secara bermakna (meaningful participation). 

Dalam hal ini pemenuhan partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh dalam pembentukan peraturan perundang-undangan wajib memiliki 3 (tiga) prasyarat penting yaitu hak untuk didengarkan (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained)

Dialog Publik mengenai RKUHP di Kemenkumham Jabar dilakukan di beberapa tempat baik secara Luring dan Daring yaitu : Organisasi Aisyiyah, ASN Biro Hukum Pemprov Jabar, ASN Bagian Hukum Kota/Kabupaten se Jawa Barat, Organisasi Bantuan Hukum terakreditasi se-Jawa Barat, Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) yang diikuti oleh Dosen dan Mahasiswa, Kelurahan Cisaranten Endah yang melibatkan Tenaga Penyuluh Hukum, Aparatur Kelurahan, Keluarga Sadar Hukum dan Forum Pelajar Sadar Hukum (FPSH).

Pembaharuan RUU KUHP menjadi salah satu agenda strategis yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merealisasikan pembaruan hukum tersebut. Sejak tahun 2015, Pemerintah dan DPR telah membahas RUU KUHP secara intensif dan komprehensif. Dalam pembahasan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2022, terdapat 14 (empat belas) klaster isu dalam RUU KUHP yang menjadi sorotan publik, antara lain: Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law), Pidana Mati, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Menyatakan Diri dapat melakukan Tindak Pidana karena memiliki Kekuatan Gaib, Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa Izin, Contempt of Court, Unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih, Advokat yang curang, Penodaan Agama, Penganiayaan Hewan, Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan, Penggelandangan, Pengguguran Kandungan, serta Tindak Pidana Kesusilaan/Terhadap Tubuh (Perzinaan, Kohabitasi, dan Perkosaan). 

Menurut Wamenkumham R.I beberapa waktu yang lalu menyampaikan bahwa sejak awal RKUHP selalu melibatkan keterlibatan publik. Misi Pembaruan Hukum yang diusung dalam RKUHP Nasional yaitu :

  1. Dekolonialisasi: Upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan & Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing, & memuat alternatif Sanksi Pidana.
  2. Demokratisasi: Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana. RKUHP sesuai Konstitusi (Pasal 281 UUD 1945) & Pertimbangan Hukum dari Putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP yang terkait.
  3. Konsolidasi Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas). 
  4. Harmonisasi Sebagai bentuk adaptasi & keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (Living law)
  5. Modernisasi: filosofi pembalasan klasik (Dood-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integrati (Dood-Doderstrafrecht-Slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana)



(red/foto : Adb).


Cetak   E-mail