KONSISTENSI KANWIL KUMHAM JABAR DALAM MENGAWASI NOTARIS MENERAPKAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA (PMPJ)

KONSISTENSI KANWIL KUMHAM JABAR DALAM MENGAWASI NOTARIS MENERAPKAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA (PMPJ)

websiteArtboard 8


SOREANG - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat menggelar rapat internal Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) dalam hal Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) oleh Notaris yang bertempat di Degung Ballroom Hotel Grand Sunshine Resort and Convention Jl. Raya Soreang Cincin No.06, Pamekaran, Kec. Soreang, Rabu (23/06/21).

Kegiatan dihadiri langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat Sudjonggo, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Heriyanto, Kepala Divisi Administrasi Ngadiono Basuki, Kepala Divisi Keimigrasian Heru Tjondro, Kepala Divisi Pemasyarakatan Taufiqurrakhman, Kepala Bidang Pelayanan Hukum Ahmad Kapi SutisnaKepala Subbidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum Deden Firmansyah, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW), Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil INI), Pengurus Daerah (Pengda) INI, dan MPDN Kab./Kota Se-Jawa Barat. Rapat ini pun diselenggarakan secara virtual memanfaatkan Zoom Meeting.

PMPJ merupakan prinsip yang diterapkan oleh pihak pelapor untuk mengetahui latar belakang dan identitas pengguna jasa, memantau transaksi serta melaporkan transaksi kepada otoritas berwenang.Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 18 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) , pihak pelapor (Notaris) wajib menerapkan PMPJ yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur. Pada pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2015 tentang pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU, pihak pelapor (Notaris) wajib menerapkan PMPJ. Pada pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2017 tentang penerapan PMPJ bagi notaris adalah suatu kewajiban.

websiteArtboard 8

Penerapan ini sebagai bagian dari manajemen risiko terutama risiko reputasi, risiko operasional, risiko hukum, risiko konsentrasi (kehilangan aset). Penerapan PMPJ ini pun sebagai pemenuhan kewajiban ketentuan perundang-undangan. Di samping itu, hal ini pun berhubungan dengan prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. Urgensi PMPJ dalam penerapannya merupakan bagian penting bagi manajemen risiko seperti perkembangan dinamika sosial, regional maupun global yang berdampak pada semakin beragamnya modus tindak pidana pencucian uang dengan memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan bahkan telah melintasi batas-batas yuridiksi (Cross Border Money Laundering).

Dalam sambutannya, Sudjonggo menegaskan, "PMPJ sangat berkaitan erat dengan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dengan berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil tindak pidananya sulit untuk ditelusuri oleh penegak hukum. Oleh karena itu, tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan serta sistem perekonomian, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas alasan itulah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah disahkan." tegasnya.

websiteArtboard 8

"Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF) yang menyatakan bahwa terhadap profesi tertentu yang melakukan Transaksi Keuangan Mencurigakan untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa wajib melaporkan Transaksi tersebut kepada Financial Intelligence Unit (dalam hal ini adalah PPATK). Kewajiban pelaporan oleh profesi tesebut telah diterapkan di banyak negara dan memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang." tambahnya.

"Dengan menerapkan PMPJ ini sesuai prosedur, notaris telah membantu negara, masyarakat, dan profesi notaris itu sendiri. Membantu negara dalam hal mewujudkan Indonesia yang bersih, jujur, dan sejahtera, Selain itu juga menegaskan kepada dunia internasional bahwa Indonesia bukan safe haven untuk tindak pidana pencucian uang, kemudian juga dapat membantu masyarakat yang memiliki itikad baik untuk terhindar dari modus TPPU ini, serta untuk profesi notaris sendiri, di mana akan dapat menjaga marwah dan kehormatan notaris sebagai Officium Nobile. Selain itu, pengaturan Pihak Pelapor dan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, lembaga pembiayaan ekspor, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan dimaksudkan untuk melindungi Pihak Pelapor tersebut dari tuntutan hukum, baik secara perdata maupun pidana. Peran MPD dan MPW sebagai lembaga yang dibentuk untuk membantu Menteri Hukum dan HAM dalam melakukan pengawasan terhadap notaris memiliki peran penting dan strategis dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam konteks pelaksanaan jabatan notaris, terutama terkait langkah preventif dan preemtifnya." pungkasnya seraya membuka rapat secara resmi.

Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi pengawasan, penilaian (Audit Kepatuhan) dan pelaporan PMPJ baik secara teknis serta perkembangan informasi terkini oleh Kasubdit Kenotariatan Ditjen AHU Andi Yulia Hertaty yang terhubung secara virtual serta tanya jawab.

websiteArtboard 8

websiteArtboard 8

websiteArtboard 8

websiteArtboard 8

websiteArtboard 8

(Red/foto : Hot/Azs, Editor : Bayu)

Cetak