Kanwil Kemenkumham Jabar bekerjasama dengan Pansus 41 DPRD Kota Bekasi dalam Perancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Satu Data dan PUG

Kanwil Kemenkumham Jabar bekerjasama dengan Pansus 41 DPRD Kota Bekasi dalam Perancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Satu Data dan PUG

1

2

34

BANDUNG-Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat berikan Konsultasi kepada Panitia Khusus 41 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Satu Data (SADA) dan Raperda tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Pada hari ini Senin, (29/05/23) yang bertempat di Ruang Rapat Ismail Saleh.

Tampak hadir Kepala Sub Bidang Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah (FPPHD) Suhartini, Pansus 41 DPRD Kota Bekasi yang diketuai oleh Rudy Heryansyah, Perangkat Daerah Terkait dan Perancang Peraturan PerUndang-Undangan Zonasi kota Bekasi (Nevrina, Erdian, Visy dan Suherni).

Memasuki jalannya rapat, konsultasi pun dibuka oleh Kepala Subbidang FPPHD Suhartini dan ditanggapi oleh Ketua Pansus 41 DPRD Rudy Heryansyah dan disambung oleh Sekretaris Pansus 41 DPRD Enie W. yang menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang ingin dibahas yaitu terkait pengelolaan satu data yang erat kaitannya dengan Perpres 39/2019. Dalam perpres tersebut berisi tentang pendelegasian 3 peraturan kepala daerah yaitu mengenai walidata, produsen data dan sekretariat forum satu data. Sehingga yang diutamakan dibentuk 3 raperkada itu. Sedangkan apabila dibentuk raperda harus ada urgensi terkait pembentukan perda tersebut yaitu apabila ada pembenanan kepada masyarakat, apabila ada sanksi pidana dan apabila lintas sektoral jika tidak ada ketiga kriteria tersebut maka, sebaiknya diatur raperkada. Kemudian, terkait raperda pengelolaan satu data ini tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut sehingga sebaiknya dibentuk raperkada. Kemudian, terkait UU pembentukan kota Bekasi terdapat perbedaan antara raperda pertama  dan kedua.  Mengenai ruang lingkup di perda ini menambahkan ketentuan diluar perpres diantaranya yaitu terkait verifikasi data. Kemudian, terkait portal satu data dalam raperda ini disebutkan perda satu data daerah. Kemudian, terkait pendataan terbatas perlu dikaji kembali karena dalam peraturan perundnag-undangan yang lebih tinggi tidak ada terkait pendataan terbatas. Yang diwajibkan untuk produsen data adalah perangkat daerah. sehingga apabila kelurahan merupakan perangkat daerah maka diperbolehkan. Bahwa apabila perwal tentang satu data mengatur substansi yang sama maka sebaiknya dicabut dengan perda ini.  

Kemudian, terkait PUG, perlu dikaji kembali apakah memenuhi kriteria yang diwajiban, apabila tidak memenuhi maka sebaiknya diatur dalam perkada. Kemudian, materi muatan raperda ini hampir mengadopsi semua ketentuan dari permendagri. Pengadopsian dibenarkan. sepanjang hanya sebagai pengantar. Kemudian, terkait judul raperda menggunakan istilah pengarusutamaan gender karena dalam perubahan permendagri memang bukan untuk kesetaraan gender lagi tetapi bagaimana mengatur perempuan dan laki-laki untuk sama komposisinya. Kemudian, terkait sanksi administratif apakah akan implementatif karena yang memberikan sanksi adalah pemerintah daerah sedangkan yang dikenakan sanksi juga adalah pemerintah daerah (ruang lingkup internal). Dalam raperda pengarusutamaan gender dapat mengatur rencana aksi daerah, untuk raperda pengarusutamaan masih dibenarkan dalam bentuk perda karena adanya partisipasi masyarakat.


Cetak   E-mail